Sabtu, 05 Januari 2013
Beberapa saat lalu saya melihat tayangan ditelevisi tentang
peraturan yang akan dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Lhokseumawe, NAD yaitu
larangan bagi perempuan di Aceh duduk “mengangkang” saat dibonceng motor. Melihat
liputan tersebut, sontak seluruh anggota keluarga saya yang menonton langsung
terkejut mendengar peraturan yang dianggap controversial itu. Dan saya pun
langsung menjadi bahan ledekan, karena selama ini saya tidak pernah duduk
menyamping ketika dibonceng motor. Namun saya masih bersyukur, karena peraturan
tersebut hanya akan berlaku di kota Serambi Mekah saja.
Peraturan baru yang sudah pasti akan menimbulkan pro dan
kontra itu dibuat oleh Pemerintah Daerah Lhokseumawe dengan alasan wanita yang
duduk mengangkang dimotor tidak sesuai dengan syariat agama dan adat istiadat
setempat. Namun menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Amidhan,
mengatakan, dalam Syariat Islam tidak ada aturan yang secara jelas membahas
perempuan duduk ngangkang.
Segala sesuatu pasti memiliki nilai positif dan negative. Bagi
beberapa kalangan, peraturan wanita wajib duduk menyamping memberikan nilai
plus bagi wanita, yaitu wanita akan lebih terlihat feminine dan anggun serta
lebih mencirikan wanita. Namun jika dilihat dari segi keselamatan, duduk
mengangkang lebih aman dibandingkan duduk menyamping karena duduk menyamping
dapat mengurangi keseimbangan motor sehingga dengan duduk menyamping akan
meningkatkan peluang terjadinya kecelakaan.
Walikota menambahkan, peraturan ini disiapkan dengan
mempertimbangkan banyak perempuan yang dibonceng oleh pria yang bukan
muhrimnya. Peraturan ini baru akan dievaluasai satu bulan ke depan, baru
kemudian di sah kan menjadi undang-undang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar