Kamis, 27 Juni 2013
Bank century merupakan bank publik yang tercatat di BEI yang
mulai beroperasi tanggal 15 Desember 2004, merupakan hasil marger antara Bank
CIC (Surviving Entity), Bank Danpac dan Bank Pikko.
Kasus Bank Century merupakan kasus yang terhangat di
Indonesia yang banyak menyeret para pejabat. Awal mulaI terjadinya kasus Bank
Century adalah Bank Century mengalami kalah kliring pada tanggal 18 November
2008. Kalah kliring adalah suatu terminologi yang di pahami oleh semua
masyarakat untuk menggambarkan adanya deficit suatu bank. Sementara kliring itu
sendiri adalah pertukaran data keuangan elektronik antar peserta kliring baik
atas nama peserta atau klien yang mereka peroleh pada waktu tertentu.
Masalah yang terjadi di Bank Century merupakan masalah internal
yang dilakukan oleh pihak manajemen bank yang berhubungan dengan klien mereka :
1. Penyimpangan dan untuk peminjam $ 2,8
milyar (Rp 1,4 triliun Bank Century pelanggan dan pelanggan delta Antaboga
Securities Indonesia adalahRp 1,4 Triliiun).
2. Penjualan produk-produk
investasifiktif Antaboga Delta Securities Indonesia. Jika produk tidak perlu mendaftar BI dan Bappepam LK.
Kedua Point
tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi Nasabah Bank Century dan
Uang para nasabah pun yang ada di Bank Century tidak bisa dicairkan dan tidak
ada uang tidak dibayar oleh pelanggan.
Setelah tanggal 13 November 2008, Pelanggan Bank Century
tidak dapat melakukan transaksi dalam bentuk devisa, kliring dan tidak dapat
mentransfer juga tidak bisa karena Bank Century tidak mampu untuk melakukannya.
Bank hanya dapat mentransfer uang ketabungan. Jadi uang itu tidak bisa keluar dari bank. Hal ini terjadi
pada semua pelanggan Bank Century.
Nasabah bank yang merasa dikhianati dan dirugikan karena
banyak menyimpan uang di bank century, tapi sekarang bank tersebut tidak bisa
dilikuidasi. Pelanggan mengasumsikan bahwa Bank Century Memperjual belikan
produk investasi ilegal. Alasannya adalah investasi dipasarkan Antaboga Century
Bank tidak terdaftar di Bapepam LK. Dan benar manajemen Bank Century tahu bahwa
produk adalah ilegal. Kasus ini dapat mempengaruhi bank lain, di mana orang
tidak percaya bahwa mereka lebih terhadap sistem perbankan nasional. Kasus Bank
Century, sehingga bisa menyakiti bank di Indonesia, bahkan dunia.
Alasan untuk tidak menutup Bank
Century
Dalam situasi yang serba kritis akibat krisis yang mendalam
di Indonesia, KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) harus mengambil
keputusan: menutup atau menyelamatkan BC. Pilihan pun jatuh pada putusan
menyelematkan yang adalah jamak seperti halnya ketika The Fed menyelamatkan
perbankan di negaranya. Untuk menyelamatkan BC diperlukan dana setidaknya
Rp6,76triliun.
Rincian angka bailout sebesar itu adalah untuk keperluan
menambah modal bank (CAR) hingga 8% sebesar Rp1,7 triliun an kebutuhan
likuiditas 3 (tiga) bulan ke depan sebesar Rp4,792 triliun Dana penyelamatan BC
dikeluarkan dari kocek Lembaga Penjamin Pinjaman (LPS) yang bersumber dari
pungutan premi perbankan.
Biaya penyelamatan dana talangan oleh LPS tadi diperhitungkan
sebagai Penyertaan Modal Sementara (PMS) LPS ke BC yang berubah nama menjadi
Bank Mutiara. Dalam kurun waktu dua hingga tiga bulan ke depan LPS akan melego
saham Bank Mutiara ke calon investor. Jadi, di atas kertas dana talangan PMS
sebesar Rp6,76 triliun tidaklah semuanya menguap bak angin lalu. PMS tersebut
akan kembali, tergantung besarnya hasil penjualan saham bank itu oleh LPS.
Langkah KSSK menyelamatkan BC pun sepenuhnya bukanlah karena
ingin menyelamatkan satu bank itu. Langkah ini hanya merupakan bagian dari
upaya besar yang ingin disasar, yakni menjaga stabilitas sektor keuangan dan
perbankan serta menyelamatkan perekonomian. Sementara kesan yang muncul di
publik adalah mengapa Pemerintah mesti mengorbankan dana triliunan untuk sebuah
bank yang dianggap tidak pantas diselamatkan.
Dalam kondisi normal, kegagalan Bank Century tidaklah
termasuk bank sistemik dan tidak harus diselamatkan. “Tapi dalam situasi
krisis, bank sekecil apa pun potensial sekali menjadi sistemik,” ujar Raden
Pardede, mantan Sekretaris KSSK. Menurut kalkulasi A. Tony Prasetiantono,
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM)
seperti dilansir harian Kompas, 14 Desember 2009, ongkos jika BC tak
diselamatkan diperkirakan hanya Rp6 triliun. Lebih murah Rp600 miliar dibanding
bail-out BC. Angka itu diperoleh dari perhitungan total dana pihak ketiga di BC
sebesar Rp9 triliun. Total dana nasabah yang dijamin LPS (Rp2 miliar per
rekening) diperkirakan mencapai Rp6 triliun. Sisanya (Rp3 triliun) tidak masuk
skim penjaminan LPS. Tapi, kata dia, itu baru memperhitungkan biaya langsung.
Padahal ada biaya tak langsung. Yang dimaksud biaya tak langsung adalah ongkos
kepanikan deposan yang memiliki dana di atas Rp2 miliar yang tak dijamin LPS di
23 bank-bank (peers) setara BC.
Aksi rush dana sangat mungkin terjadi. Bila hal itu terjadi
diperkirakan akan ada 23 bank yang akan ikut kolaps. Bila bank-bank itu ambruk,
maka LPS mesti mengganti dana nasabah. Sulit memastikan berapa besar biaya yang
mesti dikeluarkan kalau skenario menutup BC terjadi. Tapi yang jelas, kata
Tony, ongkos tak langsung bila BC tak diselamatkan akan lebih besar dari Rp6,76
triliun. Jadi? “Menyelamatkan BC dengan harga Rp6,76 triliun masih jauh lebih
murah daripada skim lainnya,” tandas Tony Prasetyantono. Menurut dia, membandingkan
biaya penyelamatan dengan nasi bungkus, biaya pemulihan gempa di Padang atau
lainnya tidak ada metodologinya. Tidak juga ilmiah dan sistematis. Semestinya,
yang menjadi pembanding adalah aset dan dana masyarakat di sektor perbankan
yang berhasil diamankan stabilitasnya.
Dengan hanya Rp6,76 triliun, dana masyarakat di seluruh bank
di Indonesia yang mencapai Rp1.800 triliun dicegah kepanikan dan kebangkrutan.
Hal lain, kata Raden Pardede, yang mesti diperhitungan adalah biaya menyehatkan
bank-bank bila BC tidak diselamatkan. Pada waktu melikuidasi 16 bank pada
Nopember 1997, ada ongkos yang menjadi beban APBN mencapai Rp600 triliun. Dana
sebesar itu dipakai untuk merekapitalisasi perbankan nasional agar terhindar
dari kebangkrutan. Hal itu belum lagi memperhitungkan ekses lain.
Jadi keputusan untuk menyelamatkan Bank Century dengan dana
talangan dari LPS merupakan pilihan yang lebih baik dari pada menutupnya. Karena
dana yang dibutuhkan untuk menalangi Bank Century jumlahnya lebih sedikit daripada
dana yang harus dikeluarkan untuk menyehatkan bank-bank lain jika Bank Century
ditutup.
Referensi :
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar