Senin, 24 Juni 2013
Korupsi sudah sangat terkenal di Indonesia. Bagaimana tidak,
setiap acara berita pasti saja ada kasus-kasus korupsi yang disampaikan. Korupsi
berasal dari bahasa Latin coruptio dan corruptus yang berarti kerusakan atau
kebobrokan. Dalam bahasa Yunani corruptio perbuatan yang tidak baik, buruk,
curang, dapat disuap,tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma
agama, materil, mental, dan umum. Korupsi dalam arti hukum, adalah tingkah laku
yang menguntungkan diri sendiri dengan merugikan orang lain, yang dilakukan
oleh penjabat pemerintah yang langsung melanggar batas-batas hukum.
Pada dasarnya motif yang mendorong
seseorang melakukan korupsi ada dua penyebabnya yaitu dorongan kebutuhan dan
dorongan kerakusan. Masyarakat Indonesia menganggap korupsi merupakan suatu
kebiasaan. Fikiran yang seperti itu yang sangat salah, dengan beranggapan
seperti itu maka para koruptor dengan sangat leluasa mengeruk uang rakyat untuk
kekayaan pribadi tanpa rasa bersalah.
Di jaman yang sarat akan persaingan
seperti ini, kasus korupsi bukan saja dilakukan oleh pejabat-pejabat tinggi
Negara tetapi juga dilakukan oleh pejabat daerah (RT, RW) dan kalangan bawah.
Buktinya kita sering sekali mendengar kata-kata uang pelicin, uang jalan, uang
bensin, ongkos cape, penutup mulut, dll itu termasuk jenis korupsi. Tapi
masyarakat masih belum menyadari bahwa yang seperti itu juga diklasifikasikan
sebagai korupsi.
Terdapat empat unsur sehingga
korupsi dapat terjadi yaitu: niat untuk melakukan, kemampuan untuk melakukan,
peluang atau kesempatan dan target yang cocok. Jadi kasus korupsi bukan hanya
disebabkan oleh niat seseorang tetapi juga karena adanya kelalaian dari pihak
lain.
Niat atau keinginan untuk mempunyai harta yang banyak mungkin
dimiliki hampir semua orang, karena kebutuhan manusia yang sangat banyak serta manusia
tidak akan pernah merasa puas dengan apa yang telah dimiliki. Para koruptor
berfikir, cara cepat mendapatkan harta yaitu dengan mengambil harga Negara
(korupsi)
Kemampuan korupsi yang dimiliki oleh koruptor bukan merupakan
“kelebihan” yang dimilikinya tetapi merupakan sifat yang sudah tertanam sejak
kecil dan juga karena didikan keluarga. Masih ingat iklan korupsi? Disana ada
sebuah tokoh kalau tidak salah namanya Andi. Sejak ia masih sekolah, ia
mencontek saat ujian dan menyalahkan temannya ketika guru menegurnya. Pada saat
ia mulai remaja, ia berbohong kepada kekasihnya kalau yang menelpon adalah
mamanya padahal selingkuhannya. Saat ia sudah mulai dewasa, dijalan ia
menerobos lampu merah dan diberi sanksi oleh polisi, ia malah memberi suap
kepada polisi agar tak memperpanjang kasusnya. Dan pada saat ia sudah bekerja, ia
menerima suap dari rekan bisnisnya tanpa rasa bersalah sedikitpun. Dari
ilustrasi tadi terlihat jelas, kebiasaan korupsi dimulai dari kecil dan akan
terbawa terus sampai tua. Maka sangat dibutuhkan peran orang tua untuk memberi
pendidikan yang baik kepada anak-anaknya, baik pendidikan bernegara ataupun
pendidikan agama.
Peluang atau kesempatan akan tercipta jika adanya kelalaian.
Para koruptor akan melihat sekecil apapun celah untuk ia mengambil uang rakyat.
Korupsi dapat terjadi dimana saja, di lembaga pendidikan, pelayanan masyarakat,
bahkan lembaga keagamaan pun kasus korupsi dapat tumbuh. Memang korupsi sudah
tumbuh subur di Indonesia ini.
Korupsi korupsi korupsi. Menurut survey persepsi korupsi,
indonesi masuk urutan ke-5 sebagai Negara paling korup. Banyak sekali
imbauan-imbauan dari pemerintah untuk menanamkan jiwa anti korupsi.
Contohnyaimbauan lewat iklan dengan memasang beberapa pejabat Negara sebagai
model anti korupsi salah satunya Angelina Sondakh. Di imbauan iklan itu sangat
jelas sekali, Angelina Sondakh meminta masyarakat untuk tidak mendukung kasus
korupsi (anti korupsi). Tak lama kemudian, Angelina Sondakh malah tertangkap
KPK dengan kasus korupsi. Sangat membingungkan bukan? Dia yang menyuruh
masyarakat untuk anti korupsi malah dia yang menjadi tersangka korupsi.
Korupsi di
Indonesia sulit diberantas karena beberapa penyebab, yaitu:
Hukuman kurang tegas
Kurang tegasnya hukuman bagi para koruptor membuat mereka
tidak menjadi jera dengan apa yang telah mereka perbuat. Pemerintah kita hanya
memberi hukuman yang ringan bagi para koruptor, hukuman itu tidak setimpal
dengan apa yang telah mereka perbuat. Mereka mengambil uang rakyat untuk
kekayaan pribadi yang jumlahnya tidak sedikit, namun hukumannya hanya beberapa
tahun dan hanya ditambah denda yang berjumlah hanya puluhan juta. Coba kita
lihat Cina, para koruptor disana dihukum mati dengan memenggal kepalanya, di
Arab Saudi, koruptor-koruptor di potong tangannya sesuai dengan syariat islam,
sangat berbeda jauh kan dengan hukuman yang ditetapkan pemerintah Indonesia?. Hukuman
di Indonesia kurang tegas dan berat, sehingga para koruptor berfikir tak
mengapa dipenjara, yang penting keluarga hidup bergelimpah harta dan ketika
bebas masih dapat menikmati harta hasil korupsi. Bila saja hukuman bagi para
koruptor lebih berat (seperti hukuman mati), mungkin para calon koruptor akan
berfikir ribuan kali untuk mengambil uang rakyat, dan pastinya kasus korupsi di
negeri ini akan turun drastis.
Korupsi dilakukan secara sistematis
Pelaku korupsi tidak hanya bekerja seorang diri, mereka
memiliki komplotan-komplotan agar dapat mengeruk uang rakyat dengan mudah. Tak
jarang pula aparat juga ikut dalam komplotan tersebut. Para koruptor memang
bisa dibilang cukup lihai merencanakan penggelapan dana yang akan mereka lakukan.
Namun sepandai apapun menyembunyikan bangkai, pasti akan tercuim juga baunya. Dari
beberapa kasus korupsi di Indonesia yang sudah terkuak, awalnya hanya satu
orang yang diketahui melencengkan uang rakyat, namun tak beberapa lama banyak
nama-nama yang ikut terseret dalam kasus itu.
Kesempatan untuk balik modal
Ditekankan lagi, korupsi dapat terjadi dimanapun, dan oleh
siapapun. Misalkan seseorang yang mencalonkan diri menjadi wakil rakyat. Pada
saat kampanye dia menggunakan uang pribadinya untuk kelancaran proses kampanye.
Milyaran rupiah rela dikeluarkan agar masyarakat memilih dirinya. Setelah
terpilih menjadi wakil rakyat, misi pertamanya yaitu mengembalikan modal yang
telah dikeluarkannya pada saat kampanye. Janji-janjinya kepada rakyat seperti
diabaikan begitu saja. Dana yang seharusnya untuk mensejahterakan rakyat, malah
digelontorkan ke rekening pribadinya atau mungkin untuk membayar cicilan mobil
mewahnya.
Referensi:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar