Minggu, 12 Oktober 2014
Etika
biasa diartikan dengan moral, yaitu adat istiadat atau kebiasaan. Akan tetapi,
etika juga merupakan bidang studi filsafat atau ilmu tentang adat atau
kebiasaan. Dalam
konteks organisasi, pengertian etika organisasi yaitu pola sikap dan perilaku
yang diharapkan dari setiap individu dan kelompok anggota organisasi, yang
secara keseluruhan akan membentuk budaya organisasi (organizational culture)
yang sejalan dengan tujuan maupun filosofi organisasi yang bersangkutan.
Dalam
organisasi pemerintahan, etika pemerintahan merupakan ajaran untuk berperilaku
yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan
hakikat manusia. Dalam Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ) terdapat juga
masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan
lembaganya.
Governance System (Sistem Pemerintahan)
Istilah sistem pemerintahan adalah kombinasi dari dua kata, yaitu sistem
dan pemerintahan. Berarti sistem secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa
bagian yang memiliki hubungan fungsional antara bagian-bagian dan hubungan
fungsional dari keseluruhan, sehingga hubungan ini menciptakan ketergantungan
antara bagian-bagian yang terjadi jika satu bagian tidak bekerja dengan baik
akan mempengaruhi keseluruhan. Dan pemerintahan dalam arti luas memliki
pemahaman bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam menjalankan kesejahteraan
Negara dan kepentingan Negara itu sendiri. Dari pengertian itu, secara harfiah
berarti sistem pemerintahan sebagai bentuk hubungan antar lembaga Negara dalam
melaksanakan kekuasaan Negara untuk kepentingan Negara itu sendiri dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.
Budaya Etika
Pendapat
umum dalam bisnis bahwa perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya.
Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika
perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan
dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Prilaku ini
adalah budaya etika.
Bagaimana budaya etika
diterapkan.
Tugas
manajemen puncak adalah memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh
organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh semua pegawai. Hal tersebut
dicapai melalui metode tiga lapis yaitu :
a. Menetapkan credo
perusahaan
Merupakan pernyataan
ringkas mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan, yang diinformasikan
kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar
perusahaan.
b. Menetapkan program
etika
Suatu sistem yang
terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam
melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi pegawai baru dan
audit etika.
c. Menetapkan kode etik
perusahaan
Setiap perusahaan
memiliki kode etiknya masing-masing. Kadang-kadang kode etik tersebut
diadaptasi dari kode etik industri tertentu.
Mengembangkan Etika Struktur Korporasi
Semangat
untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia,
baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun
pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang
memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU
Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau
Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada
prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai
melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris,
dewan direksi dan tim manajemennya. Pembentukan beberapa perangkat struktural
perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi,
komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk
meningkatkan efektivitas "Board Governance". Dengan adanya kewajiban
perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat secara
maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi untuk
bekerja sesuai dengan tujuan organisasi. Sementara itu, sekretaris perusahaan
merupakan struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi berbagai tuntutan
atau harapan dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti investor agar
supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif waktu
pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai. Meskipun belum
maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang dilakukan oleh
pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang
tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun "Board Governance"
yang baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan menjadi lebih
mudah dan cepat.
Kode Perilaku Korporasi
Pengolahan perusahaan
tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam
pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau etika. Code of
conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis PT. Perkebunan dalam
bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam berinteraksi
dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan.
Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam
berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan
secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku
inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang
menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan
bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunikasian nilai-nilai
tersebut dituangkan dalam code of conduct.
Evaluasi Terhadap Kode Perilaku
Korporasi
Melakukan
evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman.
Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan
telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.
Pengaruh
Etika Terhadap Budaya
1. Etika
Personal dan etika bisnis merupakan kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dan
keberadaannya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku manajer yang
terinternalisasi menjadi perilaku organisasi yang selanjutnya mempengaruhi
budaya perusahaan.
2. Jika
etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam budaya perusahaan
maka hal tersebut berpotensi menjadi dasar kekuatan persusahaan yang pada
gilirannya berpotensi menjadi sarana peningkatan kerja
Sumber
:
Langganan:
Postingan (Atom)